Semua anak itu “Berkebutuhan Khusus”, tanpa terkecuali.
Mereka memiliki gradasinya sendiri-sendiri. Generalisasi bukanlah pilihan yang
bijak. Mereka punya rasa yang berbeda-beda, tak sama dan sangatlah unik.
Layaknya anak yang berkebutuhan khusus mereka perlu perhatian ekstra dan detil.
Mereka tak ingin diabaikan, apapun yang mereka lakukan dan katakan mereka ingin
dimengerti. Seperti pelangi mereka juga memiliki warnanya sendiri. Warna-warninya
selalu memberikan kejutan-kejutan setiap hari. Ada yang selalu berbicara, saat
guru menjelaskan selalu memotong pembicaraan menanyakan ini dan itu (word
intelligence), ada yang suka sekali menggambar daripada matematika, kursi dan
meja di kelas pun juga jadi sasaran coretannya (Visual-spasial), ada yang cepat
berhitung, gurunya bisa kalah cepat menghitung (Logical-Mathematical), ada juga
yang selalu bersenandung bahkan pukul-pukul meja sambil bernyanyi yang membuat
kelas semakin ramai (Musical), dan yang membuat kewalahan ada anak yang tidak
pernah diam, suka lari-lari didalam kelas (Bodily-kinesthetic), bertemu juga
dengan anak yang pendiam, tak banyak
bicara, kalau ditanya jawabnya “menggeleng” atau “mengangguk” saja tapi
selalu percaya diri (Intrapersonal), ada lagi anak yang suka berteman dan
bekerja dalam kelompok sampai-sampai membuat “gank-gank” di kelas (Interpersonal),
serta yang membuat repot ada anak yang membawa ayam peliharaannya ke sekolah
(Naturalist). Dari semua “ulah” (baca: kecerdasan) mereka yang selalu ingin
diperhatikan, arifnya seorang guru harus jadi pemantik yang mendorong dan
memberi kesempatan bagi mereka untuk mengembangkan minat dan bakatnya. Menjadi
guru yang luar biasa itu berawal dari anak-anak yang luar biasa. Sebaliknya,
anak-anak yang luar biasa pasti berasal dari guru yang luar biasa pula. (Sindang Dataran, 16 Des 2014)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar